Siang itu,
matahari tampak terik menyengat kulit tubuhku. hari yang sedikit melegakan
kala Pak Soetarto memberikan pengumuman bahwa les tambahan mata pelajaran kimia
hari ini di tiadakan, sehingga para murid kelas III IPA 1 bisa sedikit
dibebaskan dari rutinitas pulang sekolah jam 4 sore. Maklum mendekati Ujian
Nasional segala aktivitas belajar di intensifkan.
Namun karena sudah
terbiasa pulang sore membuatku siang itu enggan untuk segera pulang ke rumah.
Ku kayuh sepeda mini merah yang lumayan mewah bagiku karena sepeda pemberian
papa yang kata beliau harganya mahal. Di pintu gerbang sekolah masih banyak
berkumpul siswa-siswi lain yang juga mempunyai tujuan yang sama denganku yaitu
meninggalkan sekolah.
“Nung, aku main ke
rumahmu dulu ya, aku malas pulang ke rumah sekarang, biasanya pulang sore”.
“ya, boleh yah.
Kita main-main di kamarku ya. Sekalian baca komik bareng”. Tawaranku disambut
ninung dengan semangatnya.
Dan mulailah
langkah sepeda kami mengarah ke rumah Ninung.
Sesampai di rumah
ninung, kami langsung saja masuk rumah dan menuju ke kamarnya. Di rumah itu
sepi hanya ada yuk neti saudara sepupu ninung yang juga ikut tinggal bersama
orang tua ninung.
Setelah masuk ke
kamar ninung, kudapati suasana kacau balau alias berantakan. Sepray tempat
tidur yang carut marut, buku-buku yang berserakan di lantai, bekas bungkus
coklat dan chiki ikut memeriahkan pemandangan di kamar, dan tumpukan pakaian
kotorditambah handuk yang bertebaran di atas kursi dan tempat tidur.
“wah, nung.
Pusingnya hehehe” komentarku melihat pemandangan yang sebenarnya tak jauh beda
dengan pemandangan di kamarku. Aku malah tiba-tiba ingat bahwa tadi pagi juga
meninggalkan kamar dalam keadaan yang hampir mirip dengan kamarnya ninung.
“ iya, yah. Maaf
ya. Berantakan. Tadi pagi aku gak sempat beresin, abisnya buru-buru. Ayah juga pake acara minta cariin map merah
segala, duh jadinya ribet banget”.
“ya, gak apalah.
Santai aja, kamarku gak jauh beda kayak gini” aku tersenyum sambil mikir juga
dalam hati, bahwa sepulang dari rumah ninung gak bisa langsung mandi sore atau
istirahat tapi harus beres-beres kamar dulu.
“ yah,
komik-komiknya ada di rak tuh, baca aja” ninung mulai mengambil pakaian dan
keluar kamar, mungkin ke kamar mandi mengganti pakaian. Entah kenapa rasanya
begitu risih jika terus berada diruangan yang berantakan ini, sementara
seharusnya membaca komik dan bercerita bersama teman lebih enak dilakukan jika
ruangan tampak rapi dan tertata. Akhirnya inisiatif sendiri, mulailah ku
rapikan sepray tempat tidur dan menyusun bantal gulingnya, lalu ku pungut bekas
bungkus makanan ringan yang berserakan, ku rapikan dan ku susun buku-buku
diatas meja belajar. Tak lupa handuk yang masih lembab ku gantung di balik pintu kamar dan pakaian yang kotor ku masukkan
dalam keranjang pakaian yang tersedia di kamar ninung.
“alhamdulillah, ya
Allah. Yah makasih ya, duh aku jadi gak enak banget. Kok jadi kamu yang beresin
semuanya. Aku jadi malu nih” sepertinya ninung tak menyangka bahwa kamarnya
bisa langsung rapi sekejap setelah ia mengganti pakaian.
“iya, nyantai aja
lah nung, di rumah kamarku juga suka berantakan” tukasku sembari mulai memilih
buku komik yang hendak ku baca.
Waktu sudah
menunjukkan pukul 4 sore, sepeda mini ku kayuh dengan lumayan kencang agar
cepat sampat ke rumah, di tengah jalan sesekali aku akrobat lepas tangan karena
suasana jalan menuju ke rumahku gak terlalu ramai pengendara.
Sesampai di rumah
kujumpai mama yang sedang menyajikan teh dan kudapan sore untuk papa di ruang
tengah, kebiasaanku masuk ke rumah dari pintu belakang karena sepeda miniku
sekalian bisa langsung ku parkir di garasi belakang. Langsung saja ku masukki
kamarku dengan tersemat di fikiran akan membereskan kamarku yang berantakan.
“Subhanallah,
alhamdulillah”. Kamarku sudah rapi, sepraynya pun sudah diganti. Langsung saja
kuhempaskan tubuhku ke tempat tidur. Subhanallah nikmatnya bisa langsung
istirahat dengan nyaman. Lalu aku duduk dan ku lihat buku-buku yang tadi pagi
masih berantakan sudah tersusun rapi diatas meja belajarku dan pakaian kotorku
sudah tak ada lagi di kamar.
Tiba-tiba mama
sudah berdiri di pintu kamar “ enakkan kalau pulang sekolah kamarnya sudah
rapi” mama tersenyum menyapaku.
“iya ma, makasih
ya ma”. Jawabku. Mama langsung berlalu dari pintu kamar.
Termenung sejenak
menikmati suasana kamar yang rapi, aku terbayang pada suasana kamar Ninung yang
berantakan kacau balau bak habis kena gempa bumi tadi siang.
Ya, Rabb,
terimakasih Engkau telah membantuku merapikan kamarku. Hal yang tak pernah
kusangka sama sekali.
Itu kisahku waktu
SMA dulu,
****
Penatnya hari
meski mentari sudah mengarah ke ufuk barat, sore yang masih cukup menyengat
panasnya suasana di pinggir jalan Kol.H.Burlian. Aku berdiri di trotoar
menyetop mobil angkot jurusan Talang Betutu-Way Hitam yang akan mengantarkanku
ke simpang Polda untuk kemudian transit dengan mobil angkot sejahtera jurusan
Ampera-Perumnas.
“duh, Ya Allah,
dompetku ketinggalan”. Kata seorang wanita sebayaku yang saat itu duduk tepat
di sampingku, ku lihat raut wajahnya tampak pucat seketika, bolak-balik
memeriksa isi tas di pangkuannya, semua bagian tas sudah dibukanya tapi tak
ditemukan dompet ataupun uang yang mungkin saja tercecer dibagian dalam tasnya.
Tampak kebingungan akhirnya ku sapa “
kenapa mbak?” tanyaku.
“ini mbak,
dompetku ketinggalan dirumah, duh gimana bayar ongkosnya ya” raut bingung
diwajahnya tambah semakin nyata.
“mbak mau pergi
kemana?” tanyaku lagi.
“ saya mau ke
RS.Bunda mbak. Ibu saya sudah dua hari opname”
“ oh, ya udah
mbak. Ongkosnya nanti saya bayar aja sekalian. Bentar lagi saya turun di depan
sana” tunjukku ke arah simpang Polda yang sudah terlihat.
“wah, makasih ya mbak.
Maaf saya jadi ngerepotin. Mbak pulang ke mana nanti saya balikin uangnya”
“gak usah mbak,
santai aja.” Jawabku sambil memencet bel. Angkot berhenti dan aku segera turun
dan menyerahkan ongkos kepada sopir “ Dua ya pak sama yang di belakang” kataku.
Kulambaikan tangan,
kulihat wajah yang tersenyum indah dari dalam angkot.
Mmmh, suasana
angkot sejahtera ini lebih menggerahkan ditambah lagi dengan asap rokok, debu dan polusi di jalan Basuki Rahmat semakin
menambah penat.
Tiba-tiba angkot
berhenti di trotoar BLPT dan turunlah seorang wanita berjilbab yang duduk di
depanku, “Pak dua ya, sama yang di belakang” terdengar suara wanita itu
ditelingaku sedang aku masih dengan kepenatanku.
“siyah...”
Aku menoleh ke
arah luar jendela angkot.
“sudah dibayar ya
dek!” sambil tersenyum wanita itu melambaikan tangannya kepadaku. subhanallah
aku terkejut ternyata wanita yang duduk di depanku adalah mbak yanti, kakak
tingkat di kampusku dulu. Mungkin ketika aku naik angkot tadi beliau melihat
raut wajahku yang kusut keletihan sehingga beliau mungkin tak tega untuk
menyapaku.
Tapi mobil angkot
terlanjur melaju hingga tak sempat ku ucapkan terimakasih, hanya lambaian
tangan yang reflek menjawab lambaian tangannya.
Sesampai di rumah,
aku tersenyum sendiri.
Benar sekali
firman Allah itu “sesungguhnya jika engkau berbuat kebaikkan maka itu kebaikan untukmu
sendiri...”.
Jika kita berbuat
kebaikkan dengan tulus dan ikhlas maka Allah akan membalasnya dengan kebaikkan
pula.
insyaAllah.aamiin.... :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar